Secuil Kenangan di Berau

 

Kawasan Kota Berau.jpg

Indahnya Kota Berau (Source : Beraupost)

‘Besok kamu bakal kesini lagi nggak, Feb?’

Kalimat itu seolah mengingatkan gue pada suatu masa. Secuil kenangan yang nggak mungkin bisa terlupakan. Sebuah ingatan yang tersimpan rapat di sisi otak sebelah kanan. Seuntai kata yang membuat gue kembali berpikir, apakah kelak gue akan kembali?

Berau.

Semua berawal dari malam tadi. Ketika gue begadang menunggu waktu sahur sendiri di ruang tengah, gue tiduran sambil memainkan hape. Tanpa ada aba-aba yang berarti, gue pun mencoba untuk membuka facebook dan melihat beberapa album yang tersimpan disana.

Beberapa orang mungkin tau, kebanyakan isi dari foto album di facebook adalah aib. Lalu jelas saja, beberapa kali gue hampir tersedak ketika melihat foto-foto gue jaman dulu. Meskipun, apabila gue membandingkannya dengan gue yang sekarang… mungkin nggak ada bedanya. Tapi tetap saja, foto lama merupakan aib-aib yang kayaknya nggak perlu ada orang lagi yang tau, deh.

Ketika menggeledah beberapa foto album di facebook, gue pun melihat ada akun yang menandai foto di akun gue. Disitu, gue melihat kebanyakan foto yang ditandai adalah foto-foto produk handphone, kamera, dan lain sebagainya yang mana maksud mereka adalah jualan dan serta merta mengharap agar gue mau untuk membelinya.

Padahal, boro-boro.

Beli chiki aja gue mikir-mikir.

Diantara foto-foto yang ditandai, gue pun melihat ada beberapa foto yang membuat gue terdiam lama. Sebuah foto yang ditandai pada tahun 2012 silam. Sebuah foto yang mengingatkan gue pada suatu masa. Sebuah foto yang mengingatkan gue pada suatu tempat. Dan sebuah foto yang mengingatkan gue tentang arti kekeluargaan di perantauan.

Berau, Juli 2012.

Gue inget, pertama kali gue menginjakkan kaki di kota ini adalah pada bulan Juli tahun 2012. Kala itu, gue baru-barunya lulus SMK dan diterima bekerja di salah satu perusahaan yang ada di kota ini, yaitu Berau Coal.

Sebagai orang yang baru pertama kali merasakan hidup di perantauan, gue merasa bahwa ternyata hidup merantau itu nggak sesulit yang gue kira. Pasalnya, satu minggu pertama gue sampai Berau, gue mendapatkan training tentang pekerjaan yang kelak akan gue jalani, gue ditempatkan di sebuah hotel yang cukup mewah yang dimana disitu tersedia televisi, makan siang, makan malam, makan pagi, dan lain sebagainya.

Gue pun kala itu langung merasa bahwa hidup merantau adalah jalan hidup yang selama ini gue cari-cari.

Seketika, gue merasa sangat keren.

Namun kenyataannya, anggapan tersebut tidak selamanya bisa bertahan lama. Setelah satu minggu ditempatkan di hotel dan menikmati fasilitas yang memadai, tiba-tiba pihak perusahaan meminta gue untuk meninggalkan hotel dan mencari penginapan baru sendiri, sesuai dengan kontrak yang gobloknya nggak gue baca.

Akhirnya, gue yang kala itu bersama tiga orang teman pun bersama-sama pergi dari hotel dan mencari penginapan baru untuk bisa melanjutkan perjuangan dalam mencari nafkah di Berau. Lama mencari di sana-sini, tempat tinggal yang kelak akan gue tempati pun akhirnya ketemu, yaitu sebuah losmen reyot yang biaya satu bulannya sebesar 300.000 dan air untuk mandinya berasal dari sungai sebelah losmen.

Setelah hidup di penginapan yang baru, disitu gue baru bisa merasakan bahwa ternyata biaya hidup di Berau itu sangatlah buset naudzubillahimindzalik. Gue pernah menceritakannya disini : Tentang Mirisnya Tanggal Tua.

Merujuk pada apa yang gue rasakan setelah pindah penginapan, akhirnya gue pun langsung beranggapan bahwa hidup merantau adalah buset mak, gue pengen balik aja deh ah.

Secuil Tentang Pekerjaan di Berau

Di Berau Coal, gue bekerja sebagai surveyor. Sekedar informasi, surveyor adalah juru ukur yang tugasnya melakukan pengukuran wilayah, topografi, dan lain sebagainya. Karena Berau Coal merupakan salah satu perusahaan tambang batubara, maka pekerjaan surveyor yang dilakukan adalah mencakup pengukuran jalan, slope tambang, geologi, volume batubara, dan pengukuran eksternal.

Survey Slope Tambang

Sok-sokan Setting Total Station, padahal nggak ngerti apa-apa

Sejujurnya, gue kurang begitu ahli dibidang ilmu ukur. Meskipun gue dulu sekolah di jurusan yang memang ada pelajaran ilmu ukurnya, tapi tentu apa yang dipelajari di sekolah dan apa yang ada dipekerjaan sangat jauh-jauh-jauh berbeda.

Entah kebetulan atau enggak, walaupun gue nggak pandai-pandai amat dalam dunia surveyor, tapi gue justru diberi kesempatan untuk mencoba berbagai macam jenis surveyor, mulai dari survey tambang dimana disitu gue diminta untuk mengawasi kontraktor dalam mengukur cut and fill batu bara, survey geologi dimana disitu gue diminta untuk mencari titik letak batu bara, dan juga survey eksternal dimana disitu gue diminta untuk mengukur pembebasan lahan baru yang kelak akan digunakan untuk tambang.

Dari situ gue mendapat banyak pengalaman, seperti misal pernah dimarah-marahin oleh atasan gara-gara pengawasan gue kepada kontraktor kurang ketat, pernah mengukur letak batubara tapi ternyata posisinya melenceng, dan juga pernah hampir dibacok warga gara-gara gue melakukan pengukuran di tanah milik negara yang kala itu dihuni oleh warga.

Ada banyak hal terkenang dari pekerjaan yang gue lakukan. Apa itu yang membuat gue merasa ingin kembali lagi kesana?

Enggak.

Lebih dari itu.

Di Berau, gue mengenal banyak orang-orang baru. Karena kenangan tentang Berau ini menguap kembali setelah gue melihat album-album foto difacebook, maka gue akan menceritakan bagian ini disertai dengan sebuah foto sebagai pelengkapnya.

Kenangan dari Berau


Rekan Kerja di Berau

Karyawan Berau Coal dan PT Gatra

Bisa dibilang, beliau-beliau di atas merupakan sosok yang gue anggep sebagai bapak sekaligus temen gue di Berau. Pasalnya, selain karena memang beliau-beliau di atas memiliki kepribadian yang dewasa, beliau-beliau pun juga sangat-sangat-sangat baik.

Bapak Taufik, orang yang duduk tepat disebelah gue merupakan seorang driver di Berau Coal. Sehari-harinya, beliau bertugas untuk melayani pelanggan yang sedang menunggu di kendaraannya.

ITU DRIVE THRU, BANGSAT!

Ehe.

Pak Taufik ini bertugas untuk mengantarkan gue setiap kali gue hendak survey di lokasi tambang. Dengan mobil berlabelkan tulisan BC 042-nya, beliau dengan gesit dan cekatan memenuhi permintaan gue, termasuk kalau gue males kerja dan mampir ke warung deket dermaga.

Selain Pak Taufik, ada Pak Aping yang difoto berada di posisi paling belakang sembari menyimpulkan tanda damai di tangan kanannya. Pekerjaan beliau pun juga sebagai driver, namun beliau bertugas untuk mengantarkan surveyor lain. Meskipun beliau bukan driver gue, tapi Pak Aping ini orangnya bener-bener baik dan care abis dengan perkembangan gue di Berau.

Sosok yang duduk di sisi paling kanan adalah Pak Ferdi. Beliau merupakan Kru Surveyor yang tugasnya adalah membantu surveyor dalam menjalankan tugasnya, seperti misalnya membawa alat dan juga memegang prisma ukur. Buat gue, sosok Pak Ferdi merupakan sosok yang sangat baik dan peduli dengan gue. Beberapa kali, setiap gue terlihat lemas dan lunglai gara-gara lupa sarapan, beliau selalu masuk ke dapur dan membawakan satu buah gelas berisi remukan indomie yang dikasih air panas.

So sweet abis.

Tepat ketika gue melihat foto di atas itu kembali setelah sekian lama, gue bener-bener merasa penuh haru. Kayaknya rasa terimakasih nggak cukup buat gue mengungkapkan tentang apa yang gue terima dari beliau-beliau selama gue hidup di Berau.

Terimakasih.

Eh, Feb. Kayaknya kamu lupa sama sosok yang paling tengah deh.

Paling tengah ya? Hmm… Abaikan deh. Dia Mas Aldi, mahasiswa magang dari jurusan Pertambangan UnHas. Biarin deh.

Ehe.


Pengukuran di Hutan Berau

Anggota Surveyor Tata Batas

Mereka adalah partner-partner ketika gue mendapatkan tugas untuk pengukuran tata batas. 1 Bulan menyusuri hutan-hutan di Berau, 1 bulan pula tidur di pos satpam yang dialih fungsikan menjadi tempat bermalam.

Mantaplah mereka.


Bermain Di Pulau Derawan

Berfoto Di Derawan

Mereka (kecuali orang berkaos hijau) adalah surveyor-surveyor hebat yang telah melalangbuana mengukur daratan Indonesia. Pak Pandji, Mas Iwan, Mas Rahmat, Dwi, Yusuf, Daim, dan Mas Ikhsan, mereka adalah sosok inspirasi gue dalam hal ukur mengukur.

Foto di atas diambil ketika kami semua berlibur di Derawan untuk meninggalkan penat dan pelampiasan rindu gara-gara di Hari Raya Idul Fitri kami tidak berkesampatan mendapatkan cuti. Alhasil, dalam waktu 2 hari kami bermalam di Derawan, sebelum pada hari ketiga kembali dikejar-kejar atasan untuk kembali bekerja, bekerja, dan bekerja.


Sosok yang Menyadarkan

Berau Coal

Pak Ali, begitulah nama yang selalu gue ucapkan ketika memanggilnya. Sosok orang tua yang jutek dan galaknya ampun-ampunan, meskipun dalam struktur organisasi pekerjaan beliau berada di bawah gue, tapi ya buset aja, mana mau beliau diatur sama sosok yang jauh lebih muda (dan gila) dari beliau.

Pada akhirnya, beliaulah yang membuat gue berani memutuskan sikap untuk kuliah. Gue masih inget banget, gimana perkataan beliau kala itu :

‘Kamu lulusan SMK ya Feb. Iya sih besok bisa berkembang. Bisa tau tentang banyak hal. Tapi kalau bicara masalah posisi… Ya begini. Kelak kamu bakal diatur oleh orang yang umurnya jauh lebih muda dari kamu. Mau kayak saya begini?’

Mmm…

Ada banyak sekali hal yang nggak bisa gue deskripsikan tentang apa yang gue rasakan ketika melihat foto-foto di atas. Banyak sekali kenangan. Banyak sekali beban rindu yang tertahan. Banyak sekali keinginan untuk kembali bersua dan bercanda bersama.

Kepada secuil kenangan yang tertinggal dan yang masih akan terus membekas di Berau sana… Kelak suatu saat nanti gue pasti akan menjawab pertanyaan di atas dengan aksi nyata bahwa:

‘Iya, ini saya balik kesini lagi kan ya’

Aamiin.

Surveyor Laser Scanner Riegl

Foto sama Alatnya dulu, bisa enggaknya pikir belakangan

Surveyor Geologi Berau

Serah, deh. Serah.

Terimakasih.

54 comments

    1. Iyaaaaak hehhek. Duluk jadi surveyor di tambang batubara 😀 TOOOOSSS Dulu dong 😀

      Kalau rezekinya disitu, pasti balik lagi lah ya 😀 Kalau enggak, mungkin itu yang terbaik 😀

      1. Foto gitu aja keren, bisa mengoperasikan apalagi Mas. Keren doble kamu nanti.😀
        Saya malah ga pernah megang satupun alat-alat itu 😅

  1. Mantap ni feb fotonya keren2 gak kayak yang di ig-mu loh bikin muntah..

    udah lama bgt berarti ya, kerja di situ. dan sekarang udah luluskan

  2. Feb, masalalumu sangat menyimpan rindu Berau ternyata. Semoga nanti kesampaian balik lagi kesana, eh, tapi apakah mereka semua yg kamu ceritakan diatas, kalau bertemu sosok Febri yang sekarang apa masih pada mengenalimu? Kok ga ada foto cewek Berau-nya? 😆

    1. Iya, Mbak :’ kadang kalau buka album-album lama gitu tuh suka bikin rindu dan gimana gitu.

      Halaiya ituuuu wkwk kalau saya kesana lagi, orang-orang sana lupa ngga ya sama saya yang sudah begini adanya kwkwkw

      Kagak dapet cewe Berau nih :’

    1. Hahahak saya yang dulu, bukanlah saya yang sekarang ya. Dimana-mana orang mah makin kesini makin baik, lah ini kok saya jadi begini wkwkw

      Aamiin ya Allah 😀 hihihi semoga banget niiiiih 🙂

  3. Keren! Foto pertama sungguh keren, keindahan kota berau membuat saya terpesona namun diistighfarkan oleh foto kedua, ya Allah jadi ingin berkata kasar 😦

    Emang sih kalo di tempat kerja, kita bisa belajar tentang arti hidup dan proses pendewasaan diri. Seperti saya yang kerja di salah satu instansi pendidikan, yang membuat saya sadar.

    Mendidik itu ternyata tidak mudah.

    Btw, saya aamiin-kan mas 😀

    1. Hahahahak, anjlok sekali ya mas dari foto pertama dan kedua :p wkwkw

      Iyaa ya, belajar itu banyak tempatnya. Di sekolah, belajar mengenai teori blablabla di tempat kerja, belajar mengenai penerapannya. Pokoknya begitu deh 😀

      HIhihi selamat mendidik, Mas 😀

      Aamiin. Terimakasih banyak sekali ya Mas 😀

  4. Ngeliat kumisnya aja, udh yakin banget aku pak ali galak :D.

    Biaya hidup di kalimantan mah kyknya memang mahal semua yak… Biaya pengantaran ksana jg yg bikin hrgnya jd naik -_- .

    Jd brp lama kerja di berau feb?

    1. Iya Mbaaak, Fan wkkw Pak Ali galak dan judes banget waktu saya pertama kali kesana wkwkwk.

      Hahahak iya, Mbak. Apalagi saya membandingkannya dengan biaya hidup di Jogja. Parah sih bedanya wkkw

      Cuma 6 bulan mbak wkwkw

  5. bang, kirain gue itu teropong buat ngeliat bintang ato apa XD ternyata emang buat ngukur2.
    anak tambang gak ada yang cewek bang? apa karena tambang, jadi isinya batang semua.

    1. Sebenernya itu teropong untuk melihat masa lalu. Tapi saya tida berani bicara itu karena kamu belum cukup dewasa untu tau.

      Dan…

      BUODO AMAT DI TAMBANG MAU BATANG SEMUA ATAU APA TAPI DI TAMBANG ADANYA KENANGAN.

      INI NIKI MERUSAK SAYA INI

  6. Foto fotomu jaman dulu mngganggu konsentrasi membacaku btw. Kamu manis sedari dulu ya ternyata~~ :))

Leave a reply to febridwicahya Cancel reply