#JONES

Cerita Tentang Penggalan Kisah Cinta yang Tak Dimulai dan Tak Selesai

Pertanyaan yang Mulai Menunjukkan Jawaban

Beberapa hari berjalan.

Gue perhatiin, semakin banyak perubahan dalam sifat Elfie. Dia jadi lebih cuek dari biasanya. Bahkan tak jarang, selalu menghindar tiap ketemu gue. Otak gue merespon, kayaknya bener kata Catur, harusnya gue nggak secinta ini sama Elfie.

Puncak dari perubahan Elfie terlihat ketika gue nyamperin dia dan seperti biasa, gue manggil nama “Elfie” berulang-ulang. Menunjukkan rasa suka yang berlebihan.

Mendengar panggilan gue, sembari berlalu, Elfie berucap dengan mimik wajah gusar.

”Apa sih kak? Nanti ya jangan ganggu aku dulu, aku capek !”

Gue cuma bisa diem.

Dalam posisi ini, gue bisa berhenti ngomong dan menoleh ke arah Elfie. Melihat punggungnya berlalu. Meninggalkan sedikit luka. Eh, enggak. Meninggalkan banyak luka.

Luka yang Elfie tinggalkan beberapa menit yang lalu nggak bisa ilang hanya dalam waktu sekejap. Seharian itu, gue masih terus kepikiran akan kata-kata Elfie yang menganggap gue pengganggu. Gue yang biasanya ribut, rame, dan cerewet di kelas, hari itu mendadak jadi pendiem kayak tikus keracunan. (more…)

Terbebani

Cewek itu pinter akting.

Mereka punya cara untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Disaat mereka sedih, mereka pun menutupi kesedihannya lewat diam atau senyum palsunya. Gak kayak cowok. Cowok kalau diem itu mempunyai arti bahwa dia lagi menyembunyikan mencretnya yang udah keluar dan nempel di celana. Coba cek deh.

Itu yang gue pikirin sekarang. Mungkin Elfie sedang menyembunyikan sesuatu dari gue. Bukan, bukan menyembunyikan mencretnya. Tapi, entahlah. Semoga yang Elfie sembunyikan itu hal positif, misalnya kayak dia lagi bikin rencana buat nembak atau ngelamar gue gitu.

Rasa penasaran itu semakin menyebar di otak kiri. Gue langsung jedotin kepala ke tembok yang dilapisi bantal. Berharap rasa penasaran itu terjawab dengan mudah. Tapi yang ada gue malah puyeng sendiri. Gue pun terbaring lemah di atas kasur sambil memandangi apa yang ada di sekeliling kamar. Yaa… memandangi setiap sudut kamar yang tertempel beberapa kertas bertuliskan nama “Elfie”. (more…)

Perubahan Signifikan yang Entah Karena Apa

Sejak kejadian penolakan hari itu, kini gue jadi sering menyendiri. Ke pantai yang awalnya gue rencanain bisa pergi berdua bareng Elfie akhirnya cuma bisa gue nikmati sendirian.

Galau yang menyerang perasaan gue ini ternyata bisa membuat pemandangan yang seharusnya biasa aja menjadi hal yang ngeselin. Disaat gue lagi naik motor dan berhenti di lampu merah, gue liat disamping gue ada sepasang muda-mudi berseragam SMP berpelukan mesra. Rasanya pengen turun dari motor dan nyemilin aspal.

NGESELIN !

Beberapa hari berselang, perasaan gue masih tetep galau karena efek penolakan yang dilakukan oleh tersangka Elfie. Padahal, hari ini sekolah gue ngadain pentas seni dan Freaqueenz akan tampil perdana di pentas seni itu.

Band gue udah latihan mati-matian masa gak jadi tampil cuma gara-gara gue yang lagi galau? Gila aja. Gue pun memutuskan untuk move on sesaat. (more…)

Awal Dari Sebuah Penolakan

Gue bergegas ke sekolah sambil membawa kado hasil kerja keras gue semalam. Tentu dengan pemikiran jangka panjang, gue gak akan menyimpan kado itu di dalam kelas. Yah, di kelas gue aja bolpen bisa ilang, apalagi kado.

Untung gue punya temen yang rumah saudaranya ada di deket sekolah. Di sanalah kado gue akan terjaga dengan aman. Jadi, gue pun langsung aja menitipkan itu kado di rumah saudara temen gue.

Rencana awal, gue mau ngasih kado ini ke Elfie pas jam istirahat. Kalau suasananya pas, gue juga mau nembak Elfie saat itu juga. Gue gak mau mendam lama-lama keinginan gue buat mendapatkan cinta Elfie. Nyesek ketika gue harus tersenyum mendengar dia cerita tentang orang lain. Menyedihkan ketika gue dipaksa tertawa terbahak mendengar dia cerita hari-hari lucunya bersama orang lain. Sekarang saatnya dia tau bahwa orang yang pantas untuknya sebenarnya sudah ada. Dia yang selalu menemaninya, menghiburnya, menyemangatinya dan dia itu adalah gue! *setel backsound padamu negeri.

Jam istirahat pun tiba. Gue langsung lari mengambil kado yang tadi pagi gue titipkan di rumah saudara temen gue. Ketika kado udah di tangan, gue segera beranjak ke kelas Elfie. Dengan langkah seribu, gue jejaki jalanan membawa bungkusan berbentuk kotak dan bermotif bunga unyu. (more…)

Sebuah Persiapan

Siang itu gue lagi jalan sendiri turun dari tangga sekolah, didepan ruang laboratorium Bahasa Inggris, gue lihat Elfie lagi duduk berdua sama temennya.

“Elf? Lagi ngapain?” sapa gue yang kalau di sinetron itu mirip Dimas Anggara versi cupu sama itemnya.

“Iya kak. Ini lagi ngobrol aja sama temen aku” Elfie merespon dengan manis.

“Hahahaa iya deh. Ciyeee yang besok ulang tahun. Mau dikasih apa ini?” Mulai, gue mulai goblok.

“Hahaha gak usah kak. Gak usah repot-repot” Jawab Elfie sembari menggerakkan telapak tangan kanannya ke kiri dan ke kanan. Putar badan. Asoy.

“Gapapa kok Elf, aku pasti ngasih” Gue berucap memberi harapan.

Tanpa diduga, tiba-tiba temen Elfie, Si Momo, yang ternyata setelah gue telusuri dialah makhluk yang memiliki suara cempreng abis itu, nyosor.

“Dasar! Mau ngasih kado aja bilang-bilang! Harusnya diem aja!”

Gue diem denger kata-kata Momo. Ada 2 pemikiran di otak kosong gue.

Pertama : Suara Momo emang cempreng.

Kedua : Momo itu kampret, tapi omongannya bener.

Gue lihat muka Elfie. Dia terlihat diam dengan wajah yang murung. (more…)