Beberapa hari berjalan.
Gue perhatiin, semakin banyak perubahan dalam sifat Elfie. Dia jadi lebih cuek dari biasanya. Bahkan tak jarang, selalu menghindar tiap ketemu gue. Otak gue merespon, kayaknya bener kata Catur, harusnya gue nggak secinta ini sama Elfie.
Puncak dari perubahan Elfie terlihat ketika gue nyamperin dia dan seperti biasa, gue manggil nama “Elfie” berulang-ulang. Menunjukkan rasa suka yang berlebihan.
Mendengar panggilan gue, sembari berlalu, Elfie berucap dengan mimik wajah gusar.
”Apa sih kak? Nanti ya jangan ganggu aku dulu, aku capek !”
Gue cuma bisa diem.
Dalam posisi ini, gue bisa berhenti ngomong dan menoleh ke arah Elfie. Melihat punggungnya berlalu. Meninggalkan sedikit luka. Eh, enggak. Meninggalkan banyak luka.
Luka yang Elfie tinggalkan beberapa menit yang lalu nggak bisa ilang hanya dalam waktu sekejap. Seharian itu, gue masih terus kepikiran akan kata-kata Elfie yang menganggap gue pengganggu. Gue yang biasanya ribut, rame, dan cerewet di kelas, hari itu mendadak jadi pendiem kayak tikus keracunan. (more…)