Mencari pekerjaan itu… ribet.
Yas, pernyataan seperti ini adalah hal yang pasti akan dijabarkan oleh orang-orang yang sudah berada di ujung perkuliahannya, namun belum jua mendapatkan pekerjaan yang mengisi dompet keringnya. Basic sekali memang.
Mmm… Sebenernya saya sudah mengetahui hal itu sejak lama sih, mengingat pada masa-masa kuliah semester awal dulu, saya beberapa kali melihat dan mengenal senior-senior yang sedikit mengeluhkan masalah serupa, yaitu mengenai sulitnya mendapatkan pekerjaan.

Source : Dzargon.com
Hal yang harus digarisbawahi pada pembahasan saya kali ini adalah ‘mencari pekerjaan’-nya ya, bukan ‘mendapatkan pekerjaan’. Tentu hal ini merupakan hal yang berbeda karena…
YA UNTUK MENDAPATKAN PEKERJAAN KAN, KITA MEMANG SELAYAKNYA HARUS MENCARI TERLEBIH DAHULU DONG, BHANGKAAAAY?
Hmm…
Iya, tapi nggak selamanya iya.
GIMANA SIH?
Ada beberapa orang yang tanpa dia mencari pun, pekerjaan lantas sudah bisa dia genggam dan yasudah tinggal masuk saja. Beberapa orang tersebut adalah orang-orang yang keluarga besarnya memang memiliki lapangan pekerjaan, sehingga ketika dia sudah lulus atau bahkan hampir lulus saja, namanya sudah bisa dicantumkan pada struktur organisasi suatu perusahaan.
Makanya, lahirlah sebagai orang kaya.
Orang-orang yang bisa mendapatkan pekerjaan tanpa dia benar-benar harus mencari lainnya adalah mereka yang memang memiliki intelektual yang tinggi. Cerdas, tekun, pandai, dan semua ilmu dari Albert Einstein menurun pada dirinya deh, yang mana ketika dia lulus, bukannya dia mencari, justru dia yang dicari-cari perusahaan. Ada? Banyak.
Jadi, lahirlah sebagai orang yang pintar.

Source : Wonderfullifepath.com
Sisanya, untuk orang-orang yang ilmunya saja pas-pasan seperti saya… Ya hanya bisa terus berjuang mencari dan mencari pekerjaan, sembari berbuat baik agar mendapat link yang kelak mungkin akan membantu di masa yang akan datang. Setiap orang seperti kita layak mendapatkan pekerjaan kok, jika dan hanya jika, memang kita sendiri merasa benar-benar mau untuk mendapatkannya.
Ehe.
Kata-kata awal saya di atas itu sebenernya cuma pengantar dan basa-basi singkat saja sih. Selebihnya, saya mau bercerita perihal pengalaman saya dalam mencari pekerjaan yang memang wadidaw wadududuw sekali itu. Beberapa cerita pengalaman saya sebelumnya pernah tertuang dalam 2 postingan saya yang ini sih :
Pengalaman Mengikuti Tes Masuk Kerja
Pengalaman Saat Interview Kerja
Namun pada kesempatan kali ini, saya hendak bercerita perihal pengalaman interview kerja di depan jajaran Division Head, yang mana merupakan salah satu tahapan tes masuk kerja yang sudah hampir mendekati akhir.
Pengalaman Pertama Interview Division Head.
Saya pribadi sebenernya nggak bener-bener tau sih, gimana passing grade masing-masing perusahaan dalam mencari karyawan baru. Tapi sejauh ini, saya setidaknya mengalami peningkatan dari percobaan satu dengan percobaan lainnya. Meskipun…
YA APA YANG BISA DIBANGGAIN DARI SESUATU YANG AKHIRNYA GAGAL, BANGKEK!
Tidak apa-apa, karena yang terpenting hari ini bisa lebih baik dari hari kemarin.
IYA TAPI BURUAN DAPET KERJA DONG!
…..
Perusahaan yang saya lamar kali ini adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang finance, yang mana saat itu membuka lowongan untuk posisi management trainee, dengan kualifikasi pendidikan yang disyaratkan adalah S1 Semua Jurusan.
Lihat kan? Betapa hopeless-nya saya dalam mencari pekerjaan. Lowongan dengan kualifikasi S1-Semua Jurusan yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan jurusan kuliah saya pun, saya embat. Bangsat memang. Tapi, ya hanya begini kan ya cara yang dilakukan orang agar bisa mendapatkan pekerjaan?
Ya, terima saja.
Dalam prosesi tes masuk perusahaan yang saya lamar kemarin, ada tiga tahapan yang harus dilakukan pada hari pertama yaitu : Tes Psikotest, FGD (Forum Group Discussion), dan juga Interview Tahap 1. Disitu, entah dengan bagaimana cara menilainya, saya dinyatakan lolos tes psikotest bersama dengan 20 orang lainnya (dari sekitar 150-an orang). Karena merasa heran dan kurang yakin, saya pun sempat sekali memastikan kepada sang penilai dengan bertanya:
‘Mba, mohon maaf saya mau bertanya. Itu tadi nama Febri Dwi Cahya yang di maksud itu, siapa ya? Takutnya bukan saya, soalnya itu kan nama pasaran’
Lalu dijawab oleh si penilai, dengan terlebih dahulu memastikan namanya :
‘Febri Dwi Cahya Gumilar, Mas. Yang mendaftar atas nama Febri Dwi Cahya cuma satu kok’
Saya pun mengangguk, dan melangkah keluar dengan rasa tidak percaya.
Pertama Kali Mengikuti FGD (Focus Group Discussion)

Source : Blog.socialcops.com
Tahapan kedua yang kala itu dilakukan setelah pengumuman hasil psikotest adalah FGD (Focus Group Discussion). Sejujurnya, ini adalah pertama kalinya saya hendak mengikuti tahapan tersebut, karena sebenarnya tidak semua perusahaan menggunakan tahapan FGD dalam perekrutan karyawan barunya. Jadi… YA SAYA JELAS BINGUNG DAN TIDAK TAU HARUS NGAPAIN DONG?
Jadi, teknis dari tahapan FGD ini para pelamar dibagi dalam satu kelompok yang terdiri dari 5 orang, lalu diminta untuk memecahkan masalah yang telah dibuat oleh penguji. Saat itu, masalah yang diberikan kepada kami adalah masalah Penggunaan Go-Pay.
Nah, waktu pertama membaca artikel yang membahas masala Go Pay itu, saya langsung geleng-geleng kepala.
LHA GIMANA YA? SAYA TUH NGGAK NGERTI GO-PAY, ANJER.
WAKTU PROMO GO-PAY YANG KATANYA HARGA SHIHLIN JADI CUMA RP.1000 SAJA, SAYA ORDERNYA VIA GOFOOD YANG MANA PEMBAYARANNYA PAKE GO-PAY. HABIS ITU, SAYA KEBINGUNGAN KENAPA HABISNYA TIDAK SERIBU, MELAINKAN HARGA NORMAL YANG SEBENARNYA BISA BUAT MAKAN 2 BUNGKUS NASI PADANG LAUK RENDANG.
KAN BODOH.
HUFT.
Saya pun melihat beberapa rekan pelamar yang lain (saat itu sih, 1 orang cowok dan 3 orang cewek) sedang membaca dengan seksama dan menulis-nulis apa yang menurut mereka menjadi permasalahan dan bagaimana cara mengatasinya. Sang penilai mengawasi kami, namun meminta agar kami seolah-olah tidak melihatnya.
Saya?
YA SAYA CUMA BISA BENGONG DOANG DONG PUN! MAU NGAPAIN LAGI?

Source : Deccanchronicle.com
20 menit kemudian, tiba saatnya masing-masing pelamar diminta untuk mendiskusikan hasil dari risetnya, pun kami satu-persatu seketika langsung angkat berbicara. Rekan-rekan saya menjabarkan masalah Go-Pay menurut pandangan pribadinya dengan amat sangat mantap dan pede sekali, seolah-solah Go Pay adalah jurusan kuliah yang pernah mereka ambil sebanyak 5 sks. Luwes banget, parah. Sementara saat tiba bagian saya yang berbicara… terbata-bata dan tanpa isi adalah hal yang mungkin bisa digambarkan saat itu, seolah-olah, Go-Pay adalah sesuatu yang membuat saya harus berhenti kuliah dan terpakasa mengelola ternak lele saja. Hopeless parah lah.
Selesai dengan prosesi FGD, para peserta pun diminta untuk keluar sebentar sebelum akhirnya nanti dipanggil kembali satu-persatu untuk lanjut ke tahapan ketiga, yaitu Interview Tahap 1.
Pada prosesi interview ini, saya merasa lebih tenang dan biasa aja. Soalnya, saya pernah menghadapi hal ini dan… yaaa yasudah, saya emang suka ngobrol secara empat mata begitu. Namun bedanya, saya tentu belajar dari pengalaman yang sudah-sudah untuk tidak berbicara secara nyablak sejujur-jujurnya. Ada batasan yang harus tidak dibicarakan. Ada ruang untuk menjadi pembohong sebentar.
Tahapan interview pun usai, kami semua diminta untuk mununggu kurang lebih 2 minggu perihal kabar apakah lolos untuk maju ke tahap interview bersama Division Head atau tidak.
2 minggu tuh, lumayan lama ya.
Jadi, ini enter-enternya saya bikin agak banyakan biar kesannya nunggu selama 2 minggu.
Ini kan hari pertama.
Ini saat-saat menunggu.
Di hari ini sempet ngupil dan tiduran sambil nunggu.
Di hari ini tidur, tidur, dan tidur.
Eh, tau-tau sudah seminggu.
Duh, masih seminggu lagi ya.
Duh, hari ini kok nggak ada kabar.
Waduh, hampir 2 minggu nih.
Duh, sebentar lagi.
Eh pas 2 minggu.
Baca Juga : Pengalaman Tes Asisten
Nah, ketika sudah masuk pada 2 minggu lebih sedikit setelah tahapan interview pertama terlaksana, saya pun pada pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB mendapat telpon dari pihak perusahaan untuk mengonfirmasi mengenai kehadiran saya di tahapan interview Division Head 3 hari lagi, beserta penjelasan mengenai saya yang harus menyiapkan powerpoint tentang Business Improvement.
Saya pun mengonfirmasi kehadiran, dan mengangguk paham atas apa yang diucapkan oleh embak-embak dari perwakilan perusahaan di balik telpon sana, meskipun saya yakin, mbak-mbaknya itu tidak melihat anggukan saya. Sesaat kemudian, telpon pun ditutup dan saya…
LHAIYA INI SAYA HARUS NYIAPIN POWERPOINT YANG BAGAIMANA YA AMPON?
Sebagai seorang yang memiliki motto hidup : ‘Yasudah deh, apa adanya saja, yang penting sudah berusaha’, saat terdesak dan kepepet, saya pun lantas menyiapkan powerpoint sebisa saya, dan memasrahkan semuanya kepada Yang Di Atas.
3 hari berlalu, tiba saatnya interview Division Head dilaksanakan. Kala itu saya kebagian jadwal interview sekitar pukul pukul 08.00 WIB. Jadi mau tidak mau, saya harus meninggalkan kasur yang entah kenapa, setiap kali saya ada kegiatan selalu terasa amat sangat menggoda dan enggan untuk ditinggalkan.
Presentasi di depan Division Head
Lokasi tes interview Division Head berada di ruang meeting hotel The 101 Yogyakarta, yang mana merupakan salah satu hotel besar di Jogja dengan memiliki banyak jumlah ruangan. Hal itu tentu merupakan hal yang sangat merepotkan untuk saya ya, karena harus keliling tanya sana-sini untuk mencari ruang meeting yang dimaksud. Kadang saya sendiri heran, kenapa interview harus dilakukan di tempat besar dan mewah begitu? Kenapa tidak sekali-kali di Warung Mie Ayam Bu Tumini saja agar lebih mudah dan enak aja gitu.

Source : Kununu.com
Sesampainya di depan salah satu ruang meeting hotel The 101, saya pun melihat sudah ada beberapa rekan yang sedang menunggu giliran untuk dipanggil masuk. Saya langsung diminta mengisi absensi dan menyerahkan file powerpoint kepada seorang mas-mas untuk kemudian dia siapkan sedemikian rupa. Saya pun mengiyakan, lalu duduk bersama dengan rekan-rekan yang sedang menunggu giliran.
Satu persatu rekan mulai masuk ruangan, lalu setengah jam kemudian keluar dengan tampang wajah lega, seolah-olah hendak pamer akan hilangnya satu beban kepada rekan-rekan lainnya yang belum mendapat giiliran masuk. Kampret memang. Menunggu giliran emang semenegangkan ini.
Sampai pada akhirnya, sekitar pukul 11.00 WIB (Bangkai memang, kenapa undangan saya pukul 08.00 WIB kalau masuknya saja pukul 11.00 WIB), saya pun akhirnya mendapat giliran untuk masuk ruangan. Dengan perasaan yang amat sangat tidak karuan, saya pun hanya bisa memasrahkan diri kepada yang Di Atas. Apa yang kan terjadi, ya terjadilah.
Di dalam ruangan, sudah ada dua orang dari perwakilan perusahaan yang menjabat sebagai pihak HRD. Saya lupa namanya, pokoknya yang satu bapak-bapak dengan wajah kalem, friendly, dan terkesan baik. Sementara satunya, ibuk-ibuk yang entah settingan atau tidak, memasang wajah jutek, tidak acuh, dan kadang sesekali sinis.
Melihat situasi itu (terutama mimik wajah si ibuk-ibuknya), tekanan yang saya rasakan pun sedikit bertambah. Saya lantas memperkenalkan diri, lalu mempresentasikan powerpoint yang sudah disiapkan sedemikian rupa oleh mas-mas di depan tadi.
Disitu, ternyata benar, sosok yang bisa dibilang antagonis pada interview Division Head kemarin adalah si ibuk-ibuknya. Baru beberapa menit saya memaparkan ide, eh, si ibuk memotong berulang ulang dengan kalimat :
‘Oh, tidak bisa itu mas’
‘Haha, tidak mungkin’
‘Itu tidak bisa direalisasikan karena izinnya sudah beda, mas’
Dan blablabla lainnya yang membuat saya tidak bisa berkata-kata.
Kesalahan Fatal Saat Interview Division Head yang Tidak Seharusnya Dilakukan
Selesai menjelaskan powerpoint, saya pun lantas diminta untuk duduk di hadapan para interviewer. Satu dua pertanyaan yang berlandaskan atas dasar CV yang dipegangnya pun tercecar. Saya menjawabnya dengan cukup lancar, karena sesungguhnya, bagian dari interview merupakan salah satu hal yang cukup menyenangkan : saya tinggal menjawab pertanyaan yang berlandaskan mengenai apa yang terjadi di hidup saya. Udah.
Lalu pada akhirnya, satu hal yang membuat saya melakukan kesalahan fatal pun terjadi. Disitu, si bapak berkata :
‘Please answer any question in english’
Disitu, saya mulai nyengir.
Ini momen yang teramat kampret dalam hidup saya.

Source : Kerjayuk.com
Untuk yang belum tau, saya memang belum jago perihal bahasa Inggris. Kata-kata di dalam bahasa Inggris yang saya tau hanya fuck, bitch, motherfucker, asshole, dan crazy. Dimana, tidak mungkin sekali kata-kata itu saya ucapkan kepada dua orang interviewer di depan saya dong?
Saya pun menjawabnya dengan terbata-bata, karena memang… YA SAYA BISA APA BANGKAI?
Merasa bahwa saya memiliki tanggung jawab untuk menjawab pertanyaan, sementara jika menggunakan bahasa Inggris akan membutuhkan waktu yang teramat sangat lama, lantas terucaplah permintaan dari saya yang seharusnya tidak pernah saya ucapkan saat interview Division Head kemarin :
‘Saya menjawabnya dengan menggunakan bahasa Indonesia saja, boleh tidak, Pak?’
Dan, jeger.
Dua orang di depan saya langsung menggelengkan kepala.

Source : Seek.com.au
Saya langsung merasa bahwa kegagalan untuk diterima di perusahaan ini sudah berada di pelupuk mata. Si ibuk-ibuk berwajah jutek yang ada di depan saya pun terlihat gusar, sementara bapak-bapak kalem di depan saya tersenyum kecut.
‘Kami sebenernya tadi meminta kamu untuk menjawab dengan menggunakan bahasa Inggris itu hanya ingin tau, kamu gimana kalau menghadapi tekanan dan stress’
‘Kalau misal kamu malah minta begitu, ya itu tidak akan berpengaruh apapun. Disini tuh posisinya kamu victim sementara kami winner. Kamu ga akan bisa apa-apa’
Setelah ucapan-ucapan itu keluar dari mulut dua orang interviewer di depan saya, lantas mereka menganggap bahwa interview kali ini selesai, lalu bertanya apakah ada yang hendak saya tanyakan dari perusahaan itu atau tidak.
Saya lantas menggelengkan kepala, dan langsung meminta menjulurkan tangan kanan untuk meminta salaman.
Ya. Saya amat sangat sadar dimana letak kesalahan saya ketika interview Division Head kemarin, yaitu ketika menganggap bahwa interview ini hanya sekedar ngobrol biasa, lalu menawar untuk kembali berbicara dengan bahasa indonesia agar obrolan tersebut tetap berlanjut. Padahal, boro-boro si interviewer peduli dengan obrolan itu, mereka hanya ingin mengetahui sifat dan pribadi kita dari apa yang kita ucap atau tunjukan.
Dan disitu, saya merasa bahwa saya terpancing pada obrolan awal, lalu tidak bisa menempatkan diri bahwa sedang dalam tahap prosesi interview.
Dan disitu pula, saya mendapat satu pembelajaran baru akan betapa berlikunya tahapan interview kerja.
Mari kembali belajar dari kegagalan, karena tidak ada hal yang benar-benar dikatakan gagal.
Ululu.
Terimakasih.

Source : Iphincow.com
Wah, pengalaman luar biasa. Aku malah belum pernah lho sampai interview yang pakai presentasi begitu. Meski gagal, setidaknya bisa dapat pengalaman kalau harus belajar Bahasa Inggris!! Kan pacarmu jago bahasa inggrisnya, minta ajarin aja, kan? Hahaha
Keren juga sih ketika FGD itu malah lolos, aku ada pengalaman FGD gitu nggak lolos. Waktu itu sistemnya LGD alias Leaderless, tanpa pemimpin. Jadi ya cuma dikasih masalah terus ayo diskusi habis itu presentasi. Nggak tau gimana pokoknya aku kayaknya terbawa arus jadinya iya iya aja dan malah gagal.
Mantep, Feb. Jangan nyerah!
Wahahaha iya, Mas. yaaa masih nyari pengalaman dan ngumpulin cara untuk memperbaiki setiap kesalahan wkwkwk. Bener, namanya masih proses deh. Hahaha iyaaaaap, ini juga masih diajarin 😀 wkwkw
Wahaaaa, LGD juga ada gitu yaaa? habis diskusi, habis itu dipresentasiin? Wkwkw keren juga sih. Saya belum pernah nyoba LGD wkwkw.
Okaaaay, Makasih banyak Mas :))
Kok proses-proses melamar kerjamu keren-keren sih? Aku mentok di interview sama ngisi soal-soal yang pusingnya kayak ngisi TTS haha.
Wahahaa kerenan yang sudah bekerja di Singapur dooooong 😀
Tidak apa, Bang. Yang penting suda sukses dan uwuwuw sekarang 😀
Pengalaman yang luar biasa nih, Mas Febri. Masa antara lulus kuliah dan pekerjaan pertama, emang masa yang paling amsyong. Harga diri, kepercayaan diri, perasaan merasa tampan, merasa pinter dll. jadi hancur. Bahkan gara-gara kelamaan gak dapet kerja bisa mengalami disorientasi. Jadi bisa agak nyimpang gitu dari kepongahan yang dimiliki semasa kuliah. Tapi itu pengalaman paling gila, kalau bisa aku maunya skip aja. 😁 😁 😁 Terima kasih sudah menulis. Jadi mengingatkan saya betapa susahnya cari kerja, jadi bisa membuatku bersyukur dengan hari ini.
Hahaha beneeeeer. Masa-masa gini nih, yang bebannya kayak berlipat-lipaaaat. Tertekan abis sumpaaaah wkwkw. Tapi, saya pasti bakal nyari kerjaan dan terus berusaha kok. Yaaakalik ya kan, mau tidak kerja 😀 pasti ada tempat yang terbaik nantinyaaa 😀
Naaah, intinya ini sih, buat yang sudah punya pekerjaan… bersyukurlah :))
Semangat ya, Mas 😀
Biasakan belajar dari keberhasilan bukan dari kegagalan hahahahaha
HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA
Biasakan cuci tangan sehabis cebok.
HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA
Selamatan cari kerjaan, Mas. Emang gak gampang ya cari kerjaan sekarang. Kalau gak bikin kerjaan sendiri aja, sama-sama susah emang. Tapi kalau yang terakhir sukses kan bisa minta orang lain yang presentasi ke kita 😄😄
Wahahaha iya sih, nanti pada akhirnya sebenernya yang susah mendapat kerja, siapa tau kalau bikin usaha sendiri, malah berhasil. Ngga ada yang tau memang 😀
Perusahaan gede level dewa ini sepertinya. Tahapan tesnya sampai sedetail ini.
Pengalaman FGD nya kurang lebih sama. Tapi bukan buat kerjaan sih dulu. Cuma berburu beasiswa dari perusahaan rokok. Wkwk. Waktu itu kasusnya tentang wamil, dan sebagi seorang yang tak terlalu mengikuti berita ini, saya pun hanya plonga-plongo – – iya-iya aja. *kemudian gagal masuk tahap tes selanjutnya*
Maturnuwun sharing e, Feb. Jadi tau, ternyata behind the scene nya interview dari sisi HRD dan Manager itu, seperti itu.
Ngomong-ngomong, saya jadi rindu dengan kuah kental mie ayam e Bu Tumini XD
Hahaha tahapan-tahapan beberapa perusahaan emang kayaknya sungguh panjang dan makin menuju ujung, malah makin kayak rumit gimana gitu wkwkw 😀
Hahaha saya ngga begitu ngerti, sebenernya FGD itu yang dinilai gimananya siiiiih yaaak wkwkwk.
Sama-sama, Maaaas 😀 heheh, secuil pengalaman juga sih ini hehehe.
WAHAHAYOOOO KE TUMINI LAGI, MAS 😀
Mantep Feb pengalamannya, nggak apa2, persiapkan lagi terutama bahasa Inggris memang penting sebagai nilai plus
Nahiyaaaa, Mba 😀 pasti akan ditingkatkan lagi bahasa Inggrisnya 🙂
Makasih, Mba Pink 😀
bagaimana kalau jadi entrepreneure?
gpp mas..saya dulu juga lamar2 gitu pas fresh graduate.
Nahiyaaa, bisa juga yaaa 😀 siapa tau malah berhasil. Tapi sebentar, mau mengentrepreneurekan apa ya ._.
Suatu momen yang wajar ya brati mas, masa-masa freshgraduated gini banyak melamar :’
Iya mas..itu hal wajar..
Semangat Febriii! Gapapa akupun berkali kali gagal tes kerjaan sebelum dapet kerjaan yang bagus ^^
Mbaaa Fajriiiiiii, terterimakasih banyak sekali yaaa :’) Menikmati proses sampai akhirnya nanti dapet pekerjaan yang pas dan bagus 😉
Terbaiiiik memang dirimuuuuu 😀
Terus… Sudah baca tulisan panjang ini akhirnya gagal?? Bangkaaay!!! Dimana saya bisa menemukan kebanggaannya?? Hahahahaha piss!
“Untuk yang belum tau, saya memang belum jago perihal bahasa Inggris. Kata-kata di dalam bahasa Inggris yang saya tau hanya fuck, bitch, motherfucker, asshole, dan crazy”
Tak tambahin, mas… Bangkay, an jer, ngeheks (dalam bentuk jamak) itu juga bahasa Inggris lho
*asyiiik bisa melu misuh
HELLOOOOOOW DISINI KAN SAYA TIDAK MENCOBA MENJUAL KEBANGGAN. JUDULNYA SAJA KESALAHAN YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN SAAT INTERVIEW, ANDA INI BAGAIMANA BHANGKAAAAAAAY 😛 😛 WKWKWK
DARI MANA BANGKA AN JER DAN NGEHEKS ITU TERMASUK DALAM BAHASA INGGRIS HEYLOOOOOW :p
Post sepanjang ini kesimpulannya ada pada paragraf ketiga dari akhir…
Anda seperti dosbing saya saja ya mas :p
Makanya, lahirlah sebagai orang kaya. Jadi, lahirlah sebagai orang yang pintar. Hehehe. Itu bukan saya yang nulis loh, Feb, tapi tertera di pos blog ini loh *ngeles*
Btw, gagal dalam interview kerja padahal rasanya tinggal setengah langkah lagi, sering dialami oleh banyak orang. Ya tidak apa-apa, itu menjadi pelajaran untuk yang berikut-berikutnya kan.
Yang penting tetap semangat!
FGD itu saya jadi inget filem The Internship, Feb (Vince Vaughn dan Owen Wilson) hehe.
HAHAHA IYA JUGA YA MBAA 😀 WKWKWK
Hehehe bener, jadikan ini pelajaran dan terus berusaha memperbaiki kedepannya 😀
Terterimakasih banyak sekali ya, Mba Tuteh 😀
jadi inget jaman2 masih freshgraduate, cari kerja kesana kemari, interview ke banyak perusahaan dan gagal teruss. Tapi saya Alhamdulillah blm pernah interview pake b.inggris. gerogi juga yaa, apalagi ibuk-ibuk nya udah jutek begitu. huhu..
semangat. nanti pasti ketemu jodohnyaa kok 😉
Hehehe, jadi, suatu yang memang wajar ya untuk freshgraduate dalam mencari cari pekerjaan begini :’) yaaah, pasti nanti akan ketemu tempat yang pas kok.
Terimakasih banyak sekali ya Mba :))
Dibuka kursus privat dan grup Bahasa Inggris untuk persiapan interview kerja dijamin tokcer ambyar anti ditolak langsung diterima kerja dengan gaji jutaan rupiah dipotong pajak.
Hubungi nomor bapak Firman.
MBAAA MAYANG, AJARI AKU BOSO INGGRIS!
Kesuksesan adalah kegagalan yg tertunda… ga apa, namanya juga proses… dari sini belajar dari kesalahan, semoga kedepan cepat dapatkan yg terbaik. Hampir semua orang mengalami begini kok, aku jg pernah ngalamin susahnya cari kerja setelah lulus kul. You’re not alone kok…. hehehe… Yg penting tetap semangat & gak putus berdoa.. 🙂
Hehehe, terterimakasih banyak Mba :’) pasti akan menemukan tempat terbaik kan ya. Pasti. Bismillah banget yaaaaak :’)
Wow. Dari pengalamanku dulu melamar pekerjaan, untungnya hanya sekali saja berhadapan dewan wawancara yang taktiknya sengaja menekan atau kasarnya “mem-bully” pelamar dengan alasan ingin melihat kegigihan pelamar saat berada dalam tekanan.
Tapi justru karena menghadapi pengalaman interview seperti itu, aku menolak tawaran kerja di perusahaan tsb. Bisa jadi aku salah, tapi bagiku itu salah satu cerminan atmosfer kerja nanti, terutama dalam hubungan antara atasan dan bawahan, dan aku sama sekali tidak tertarik bekerja dengan aneka ragam orang jutek yang suka mem-“bully” bawahan.
Semoga wawancara berikutnya berjalan lebih baik!
Weeeit ._.
Masuk akal juga sih ya, Mba. Kalau misal cara interviewnya begitu, siapa tau nanti itu juga cerminan atmosfer kerja nanti, yang mana penuh tekanan. Ga nyaman juga sih pasti ._.
Waaa, terimakasih banget mba, sudah memberikan sudut pandang baru buat saya :’)
Sudah pernah mengalami dites mbalikin kubus rubik ke warna awal belum?😄
Heeeeee wkwkw, beloooom wkwk. dan kalaupun ada tes begitu, kayaknya saya ga bisa wkwkw orang ga bisa main rubik wwkwkwkw
semangaaatttt febriii ^o^.
duuuh setelah baca ini, sumpah loh feb, pas aku interview dulu utk masuk HSBC, ga seribet ini… cuma psikotes, interview yg santai banget, trus medcheck.
pas psikotes aku malah kaget krn cuma HSBC yg 1-1 nya perusahaan yg ngizinin pake kalkulator.. krn psikotes di perusahaan2 sblmnya aku ga boleh pakai alat bantu. aku beruntung aja sih kayaknya bisa kepilih 😀
ttp semangat cari kerja yaa. akupun lg sedih jg, krn salah satu temenku ada yg kena PHK dr kantornya.. dan skrpun dia msh berjuang utk cari kerjaan baru… aku udah bantu utk bisa masuk HSBC, tp sayangnya semua posisi yg lowong utk bts usia 27 semua..
Mbaa Fan :’)
Terterimakasih banyak sekali yaaa hehehe.
Weeeeeit, pas di HSBC dulu, ga ribet amat ya masuknya? Kooook simpel banget yaaak, cuma psikotes, interview, eh langsung medcheck :’
Temenku dulu ada juga sih, beberapa yang masuk dengan mudahnya begitu karena saat itu si perusahaan lagi butuh-butuhnya. Tapi pas kerja, terpress banget katanya.
Bersyukur banget ya mba, sudah dapet pekerjaan yang membahagiakan dan menghidupi hehehe.
Pasti tetep semangat kok, Mba :’) Saya masih percaya, setiap orang pasti akan bisa dapet kerja jika dia berusaha. Dan untuk temen kamu, semoga lekas dapet kerjaan baru lagi :’)
Aamiin.