Sore di Banyuwangi menyambut dengan pancaran cahaya jingga yang menyilaukan dari ufuk barat. Kala itu, waktu yang terpampang di layar handphone masih sekitar pukul tiga lebihnya lima menit. Waktu yang agaknya bisa dibilang masih siang dan sinar matahari yang menampar terasa cukup panas di tangan. Namun, ketika saya mencoba untuk keluar dari penginapan dan mengintip cahaya matahari di arah barat, saya merasa, kondisi seperti ini jika di Jogja sudah seperti sekitar pukul empat lebihnya seperempat.
Saya pun kembali masuk ke dalam penginapan, lalu berucap kepada pacar yang sedang mengenakan gincu pixy andalan sambil memonyongkan bibir di depan kaca kecilnya.
‘Ini kita kesorean kagak ya?’
Si pacar yang mendengar pertanyaan saya pun hanya melirik sebentar, lalu kembali menatap cermin yang dia pegang, seolah tidak terjadi apa-apa di dalam hidupnya. Tipikal perempuan-perempuan demen make up yang jika sudah masuk ke dunianya, kata ucapan dari pacar sekalipun dianggap angin lalu.
Bangke memang.

Source : Vemale.com
‘Heeee, kita kesorean kagak nih buset?’ Saya masih mencoba untuk bertanya, seolah-olah jawaban adalah hal penting yang harus saya dapatkan kala itu.
‘Bentar tho ih. Ini lagi gincuan’ Pacar berucap seadanya, sebelum akhirnya dia menoleh dengan tatapan menghakimi dan melanjutkan ucapannya ‘YAAH KAN, GINCUNYA BENGKOK-BENGKOK. MANA KENA GIGI PULA NIH, AH!!! KAMU NGAJAK NGOMONG MULU SIH?!
Heeee?
HEEEEEEEE?
NGAPAA SAYA MALAH DIMARAHIN, HEEE?
DARIPADA TADI ANDA HANYA MENJAWAB ‘BENTAR IH, LAGI GINCUAN’ DOANG, MENDING TADI LANGSUNG DIJAWAB SAJA PERTANYAAN SAYA PERIHAL ‘KESOREAN TIDAKNYA’ YANG MANA PABILA GINCU ANDA BENGKOK-BENGKOK ATAU TIDAK… YA BODO AMAT ANJER!
INI PERMASALAHANNYA ADALAH : KITA KESOREAN TIDAK BANGKEK?
JAWAB DONG! JAWAB!
Si pacar pun mengelap bekas gincu yang bengkok-bengkok di bibir kiri atas, lalu dengan secepat kilat kembali merapikannya sedemikian rupa. Saya hanya bisa kembali merebahkan diri ke kasur, pasrah dan menanti pergerakan dari si pacar yang masih mendandani dirinya.
Tidak berselang lama kemudian, setelah pacar selesai dengan urusan make up-nya, dia pun lantas berdiri dan berucap kepada saya :
‘Yuk, beb, berangkat’
Pyuuuuuuh…
Baca juga : Trip To Baluran : Perjalanan Awal di Dalam Kereta
Saya pun bangkit dari rebahan dengan menghela nafas panjang. Segala hal sudah saya siapkan sedari bermenit-menit yang lalu. Sesaat kemudian, kami pun keluar dari penginapan dan si pacar terkaget melihat langit dan silau matahari yang mana baginya seperti sudah pukul setengah lima sore.
‘Ini… kita nggak kesorean apa ya?’
BODO AMAT, BEB!
BODO AMAT!
JAWAB SAJA SENDIRI PERTANYAAN ANDA TERSEBUT YA!
JAWAB O DEWE!
Sebelumnya, kami berdua memang tidak terlalu memperhitungkan akan perbedaan sedikit waktu yang terjadi antara kota Yogyakarta dengan Banyuwangi ini. Mengingat Banyuwangi berada dekat dengan Bali, yang notabenenya sudah masuk di zona WITA, tentu ada sedikit perbedaan waktu yang terjadi antara Yogyakarta dengan Banyuwangi.
Hal ini pun terlihat jelas dari bagaimana kondisi sore yang sudah terasa hampir larut di Banyuwangi, padahal waktu baru menunjukkan sekitar pukul setengah empat. Saya pun mencoba untuk tetap tenang, lalu tetap berusaha untuk merealisasikan rencana-rencana kami sebelumnya.
Pada perjalanan kami sore ini, tujuan pertama kami adalah mencicipi salah satu nasi tempong yang cukup terkenal di Banyuwangi, yaitu Sego Tempong Mbok Wah. Berdasarkan apa yang saya riset di internet, lokasi dari Sego Tempong Mbok Wah ini sedikit lebih jauh daripada Nasi Tempong Mbok Nah yang kemarin sempat kami datangi kemarin.
Sebenernya sih, makanan khas di Banyuwangi itu bukan hanya Nasi Tempong-Nasi Tempong saja. Hanya saja, entah kenapa saya dan pacar merasa sepakat bahwa selain Nasi Tempong, makanan khas Banyuwangi yang ada itu terkesan cukup ekstrim dan gimana gitu membayangkannya. Misalnya saja Rujak Soto. Ada banyak sekali artikel yang menyarankan kami untuk mencicipi makanan khas Banyuwangi tersebut. Namun, entah mengapa, menurut kami berdua, agak aneh aja gitu dua makanan yang berbeda dicampur jadi satu. Meskipun pada akhirnya, segalanya memang harus dicoba untuk benar-benar tau rasanya, tapi untuk liburan kala itu… kami mengalah dan lebih memilih setia kepada Nasi Tempong saja.
Gitu.

Source : Sindonews.com
Gagal Mencicipi Makanan Khas Banyuwangi : Sego Tempong Mbok Wah
Bermodalkan G-Maps dan keyakinan bahwa kali ini kami nggak akan tersesat atau kebablasan, kami pun melaju dengan mantap. Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Warung Sego Tempong Mbok Wah dari penginapan kami kira-kira 27 menitan. Rute demi rute pun kami lewati, dan kami merasa bahwa kami sudah cukup familiar dengan kondisi Banyuwangi di sisi barat ini. Sampai pada akhirnya, G-Maps menuntun kami masuk ke jalan-jalan kecil yang ujungnya adalah sebuah gang. Di dekat gang tersebut, suara petunjuk dari G-Maps memberi tahu bahwa kami suda sampai di Warung Sego Tempong Mbok Wah.
Saya dan pacar pun tatap-tatapan. Sesaat kemudian, mata kami mengelilingi area sekitar guna mencari kira-kira di mana keberadaan Warung Sego Tempong Mbok Wah ini? Setelah mencari dan mencari tapi tidak jua mendapatkan hasil, kami pun sempat suudzon dan bersama-sama mempertanyakan satu pertanyaan :
‘Ini, kita nyasar ya?’
LHAIYA MASA NYASAR LAGI SIH? SEDIH!
Baca Juga : Trip To Baluran : Kali Pertama Menginjakkan Kaki di Banyuwangi
Karena merasa bahwa kami sudah mengikuti petunjuk G-Maps dengan benar dan karena mbak-mbak google juga sudah berucap bahwa memang disinilah tempatnya, kami pun lantas bertanya kepada seorang ibuk-ibuk yang kebetulan saat itu sedang menyapu di sekitar sana.
‘Permisi, Buk. Maaf mengganggu. Saya mau bertanya, Warung Sego Tempong Mbok Wah itu dimana ya buk?’ Tanya saya sesopan mungkin.
Si ibuk yang tadi sedang menyapu pun menghentikan aktivitasnya, kemudian menunjuk ke arah belakang sambil berucap :
‘Itu, Mas, Warung Sego Tempong Mbok Wah-nya’ Jawab si ibuk, yang kemudian membuat saya sumringah ‘Tapi hari ini kebetulan lagi tutup, mas’
Kalimat lanjutan dari si ibuk itu lantas membuat saya luluh lantah. Saya pun memberi tahu kepada si pacar dan kami berdua langsung memandangi Warung Sego Tempong Mbok Wah itu dengan tatapan nanar. Hiasan bertuliskan : ‘Tanggal 25-26 September 2018, Kami Tutup’ seolah menjadi tokoh antagonis yang melukai hati kecil kami.
KENAPA ANDA TUTUP PADA SAAT KAMI HENDAK MENCICIPIMU, WAHAI SEGO TEMPONG MBOK WAH?
KENAPA?!
Pasrah dengan kenyataan yang terjadi, kami pun akhirnya sepakat untuk kembali menuju ke Warung Nasi Tempong Mbok Nah saja. Alasannya sederhana : karena kami memang sudah sesuka itu dengan salah satu makanan khas Banyuwangi tersebut. Hehe.

Source : Gmaps.com
Sekedar informasi saja sih ya, menurut apa yang kami lihat kemarin, Warung Sego Tempong Mbok Wah ini bisa dibilang memiliki bangunan yang cukup besar dan agak mewah. Berbeda dengan Warung Nasi Tempong Mbok Nah yang terkesan seperti Burjonan, Warung Sego Tempong Mbok Wah lebih terlihat seperti resto modern gitu gitu. Mungkin, inilah yang menjadi alasan kenapa nama warungnya adalah Mbok Nah dan Mbok Wah. Sejarah mulanya, pada zaman dahulu kala ada dua orang anak bernama Sujinem dan Yatinem yang ingin membuat usaha warung makan Nasi Tempong. Sujinem pun berkata :
‘Nah, disini aja deh bukanya’
Dan kemudian Yatinem menyanggah karena tempat yang dipilih Sujinem agak kurang baginya, lalu dia berucap :
‘Wah, enggak deh. Mending disitu saja’
Alhasil, karena perbedaan pendapat akan pemilihan tempat tersebut, tercetuslah dua warung nasi tempong yang berbeda, yaitu Mbok Nah dan Mbok Wah.
Gitu.
Eh, emang gitu?
YA MANA SAYA TAU YAA!!! MBOK NAH SAMA MBOK WAH SAUDARAAN APA ENGGAK AJA SAYA TIDAK TAU.

Source : Gmaps.com
Untuk masalah rasa, saya masih belum bisa berkata-kata dan membandingkan enakan mana. Tapi yang jelas, Nasi Tempong sudah masuk ke dalam salah satu makanan favorit untuk saya dan pacar. Ehe.
Waktu tempuh yang kami butuhkan dari Warung Sego Tempong Mbok Wah menuju Warung Nasi Tempong Mbok Nah kurang lebih 15 menit. Kala itu, waktu sudah menunjukkan pukul empat, kurangnya sepuluh menit. Kami melaju agak cepat karena kondisi perut yang memang sudah lapar, ditambah rasa gondok yang sangat karena Sego Tempong Mbok Wah tutup secara sepihak tanpa musyawarah mufakat.
Sesampainya di Warung Nasi Tempong Mbok Nah, kami pun memesan dua nasi tempong dengan lauk yang satu ayam dan yang satu telor dadar. Seperti biasa, kami menyantapnya dengan sangat lahap. Dua kali nyobain Nasi Tempong, rasanya masih tetap sama : ENAK BANGET PARAH!
Baca Juga : Trip To Baluran : Perjuangan Menikmati Nasi Tempong Mbok Nah
Saat berada di Warung Nasi Tempong Mbok Nah, kami berdua sempat berdiskusi dan membahas perihal akan diisi dengan apa malam terakhir di Banyuwangi kali ini. Disitu, pacar saya sempat sedikit membahas perihal berapa biaya yang dibutuhkan untuk menyeberang selat Bali. Lalu akhirnya, kami berdua pun bermain tebak-tebakan tentang berapa biaya yang dibutuhkan untuk menaiki kapal Fery. Tebakan yang saya utarakan kala itu adalah sebesar Rp.20.000-an, sedangkan pacar saya menebak di angka sekitar Rp.15.000-an.
Saat jawaban tersebut dikunci, kami pun langsung googling mengenai harga menaiki Kapal Fery menuju Bali yang mana pada akhirnya membuat kami kaget dan nggak pernah mengira sebelumnya :
‘APA-APAAN BIAYA UNTUK MENYEBERANG DARI KETAPANG MENUJU BALI, YANG MANA MERUPAKAN SALAH SATU WISATA ANDALANNYA INDONESIA, HANYA MEMBUTUHKAN BIAYA SEBESAR 6500 RUPIAH SAJA?’
Mengetahui kenyataan tersebut, kami semua terperangah heran. Murah amat anjer. Lalu disitu, petaka pun dimulai. Dari mulut si pacar, dia langsung berucap :
‘Nyeberang ke Bali yuk, Beb?’
DUWAAAAR!!!
PEREMPUAN EMANG SULIT SEKALI DITEBAK DEH SUWER. BANGKEK EMANG!
Sebenernya, saya nggak pernah ada masalah dengan dunia perkapalan sih. Secara historis, saya sudah pernah beberapa kali menaiki kapal Fery dari Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Bakaheuni saat hendak menuju ke Palembang beberapa tahun lalu. Tapi, saat itu kan saya naik bis ya, dan sebagaimana halnya penumpang bis, saya ya hanya tinggal ngikut bis doang dong pun.
Kalau sendirian tanpa ada perantara bis dan apalah itu namanya… YA BELOM PERNAH. Dan otomatis… SAYA TAKUT DONG AH!
‘Kita kan besok pagi harus balik ke Jogja, beb’ Saya berucap dengan nada yang seolah-olah menolak ajakan si pacar.
‘Yaaaa, kita habis nyeberang ke Bali, langsung nyeberang lagi ke Banyuwangi’ si pacar berucap dengan nada yang amat sangat enteng sekali, sembari menghabiskan satu suap nasi tempong terakhirnya.
HEEEEE?
INI PACAR SAYA NGAPA MUDAH SEKALI YA BICARANYA, APAKAH BESOK JIKA SAYA AJAK MENIKAH, DIA PUN AKAN DENGAN ENTENG MENJAWAB : ‘HAYUK DEH, YUK?’
Saya pun memandang wajah si pacar yang saat itu sedang menampilkan senyum terbaiknya. Seketika saya diam, lalu mencoba untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan saya.
‘Tapi, nanti kalau kita ngga langsung dapet tiket balik ke Banyuwanginya gimana? Nungguin sampai besok pagi, terus ketinggalan kereta masa?’
‘Dapet kok. Kapal dari Bali ke Banyuwangi itu pasti ada terus’
Saya menelan ludah, mencari cara kembali untuk menolak secara halus.
‘Tap…’ Belum selesai saya mengucapkan alasan-alasan selanjutnya, si pacar pun memegangi punggung tangan kanan saya sembari memberikan tatapan penuh harap selayaknya anak umur 2 tahun yang minta dibeliin nintendo wii.

Source : Patch.com
Saya menghela nafas, nggak bisa apa-apa. Sampai akhirnya, kalimat yang saya utarakan adalah :
‘Kita otewe ke De Djawatan dulu saja yuk, gimana?’
Pacar saya pun mengangguk dan siap-siap untuk cabut. Sementara saya bergegas menuju kasir untuk membayar pesanan. Disaat menunggu kembalian, saya sempat bertanya kepada Ibuk-Ibuk kasir perihal berapa waktu yang harus kami tempuh untuk menuju Benculuk, yaitu tempat dimana De Djawatan berada. Saat itu, jawaban yang diutarakan oleh Ibuk-Ibuknya cukup mengagetkan saya, yaitu :
‘Sekitar 2 jam, mas’
Hah?
Saya langsung terperanjat, nggak nyangka waktu yang dibutuhkan akan selama itu. Sementara saat itu, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul setengah 5 sore.
Saya pun langsung menghampiri si pacar yang sudah standby di dekat motor, dan segera memberitahu apa yang barusan diucapkan oleh si Ibuk-Ibuk di Warung Nasi Tempong Mbok Nah. Mendengar informasi dari saya, si pacar pun seketika membuka google maps dan melihat berapa jarak tempuh sebenarnya yang harus kami lalui jika ingin ke De Djawatan.
Gagal Menuju Tempat Hits Banyuwangi : De Djawatan
Disitu, terjabar bahwa jaraknya adalah sekitar 30 kilometer dengan waktu tempuh kira-kira selama 1 jam.
Saya melihat matahari yang sudah mulai menjingga, kemudian berucap ke pacar :
‘Kita coba yuk’
Yang kemudian langsung dihayukkan oleh si pacar.
‘Kita nikah yuk?’
Nggak ada jawaban. Angin yang bergulir saat kami berkendara menutup suara ajakan saya kepada si pacar.
BANGKEK! SUKA BEGITU TUH, ITU PEREMPUAN!
Ya lu kate ngajak nikah kayak ngajak cukur rambut, anj…
Beberapa waktu berjalan, berkilo-kilo meter pula sudah kami tempuh. Sesekali, saya bertanya kepada pacar perihal berapa estimasi waktu lagi yang bisa kami tempuh, dan saat pacar saya menjawab, saya langung berusaha untuk menancap gas kencang. Begitu seterusnya.
Baca Juga : Trip To Baluran : Terkagum Akan Pesona Savanna Bekol dan Pantai Bama
Sampai pada akhirnya, ketika matahari benar-benar hendak sembunyi dari sudut terkecil di arah baratnya, saya untuk terakhir kalinya bertanya mengenai berapa estimasi waktu sampai kepada si pacar.
‘30 menitan lagi nih nyampe’ jawabnya pelan.
Saya langsung memutar gas pelan, kemudian berhenti di tepi jalan.
‘Hmm… kayaknya, nggak akan sempat deh sampai sana. Sekarang sudah mulai gelap, tapi waktu yang kita butuhkan ke sana masih setengah jaman lagi’
Si pacar diam, kemudian memberanikan diri untuk bertanya :
‘Jadi, gimana dong?’
Saya memutar otak pelan, mencoba merelakan untuk melewatkan destinasi awal kami di De Djawatan.
‘Putar balik saja yuk, kita balikin motor terus ke penginapan buat siap-siap nyeberang ke Bali’
Pacar saya pun tersenyum, tapi masih terlihat agak ragu.
‘Nggapapa, beb?’
AHELAH MASIH BASA-BASI SAJA YA ANDA!!!
BABAAAAY, DE DJAWATAN 😦

Source : assets.akurat.co
Kami pun lantas putar balik menuju tempat penyewaan motor Tripoli, untuk kemudian mengembalikan motor dengan segera. Sesampainya di sana, benar saja, untuk jarak dari posisi kami berhenti kala itu menuju tripoli yang mana jaraknya jauh lebih dekat ketimbang ke De Djawatan, matahari sudah nampak menghilang dan terganti dengan gelap agak gulita.
Seusai mengembalikan motor, si pacar yang awalnya berniat untuk mengorder Go-Car pun lantas kemudian berubah pikiran dan mengajak saya untuk naik angkot saja, yang kebetulan saat itu sedang ngetem di pinggir jalan.
Memang random nih pikiran perempuan saya tuh ya.
Setelah menaiki angkot dengan waktu sekitar kurang lebih 15 menit dengan biaya 7000 per orang, kami pun lantas langsung kembali ke penginapan untuk segera bersiap-siap menuju pelabuhan Ketapang dan menyeberang ke Bali.
Menyeberang Sebentar Menuju Bali lalu Kembali
Saat itu sekitar pukul 18.30 WIB, kami lantas berjalan dari penginapan menuju pelabuhan Ketapang dengan modal… YA TANPA MODAL APAPUN, LHAWONG HANYA UNTUK MENYEBERANG SEBENTAR SEBELUM KEMUDIAN BAKAL BALIK LAGI SIH YA!
Teknis yang dilakukan apabila ingin menyeberang menuju pelabuhan Gilimanuk untuk passenger adalah dengan masuk ke lorong khusus tiket pejalan kaki, mengisi form mencakup nama, no ktp, dan alamat, serahkan kepada pihak loket sembari membayar sebesar 6500 per orang, setelah itu dapet tiket + kartu, lalu kemudian langsunglah masuk ke dalam kapal. Selesai.
Mudah, kan?
Ya… mata anda. Penjelasannya sih mudah. Tapi penerapannya, agak rumit juga dong bangkek.
Saat itu, kebetulan kami amat sangat kebingungan karena setelah masuk dari area loket, kami disuruh untuk naik ke bangunan atas dan menyusuri lorong-lorong untuk kemudian mengantarkan kami ke tangga menuju kapal. Namun kebetulan, saat itu tangga menuju kapalnya sedang tidak berfungsi dan kebetulan lagi, tidak ada penjaga yang memberikan informasi mengenai hal tersebut. Akhirnya, kami berdua selama beberapa menit hanya bisa berjalan-jalan sepanjang lorong untuk kemudian turun ke jalan guna menyamperin petugas yang ada di bagian bawah. Disitu, kami diinformasikan bahwa tangga untuk ke kapal jika lewat atas memang sedang rusak, dan kami diminta untuk melalui jalan bawah, yaitu jalan yang untuk lewat truk, mobil, dan lain-lainnya.
SEREM AMAT NGGAK TUH?!
KALAU GITU, NGAPAIN DARI AWAL KAMI DISURUH NAIK KE ATAS YA KAN YA BANGKEK!
Baca Juga : Trip To Baluran : Menyisir Pantai-Pantai Indah di Banyuwangi
Akhirnya setelah mendapat informasi tersebut, kami pun menurut dan langsung jalan menuju kapal yang saat itu sedang hendak menurunkan penumpang dari Bali ke Banyuwangi, dan lekas segera untuk berangkat kembali dari Banyuwangi menuju Bali.
Satu hal yang saya dapat simpulkan saat pertama kali menaiki kapal Fery dari Banyuwangi ke Bali adalah : Sepi.
Itu, kapal atau hati?
CHIYAELAH BUSET! SAMPAH!
Ya, saya nggak tau, apakah hanya di waktu dan hari itu saja kapal tersebut sepi atau tidak, tapi yang jelas, saya sempat panik dan berkata ke pacar :
‘Ini kita naik ke kapal yang benar, kan Beb? Kalau nanti tiba-tiba kita sampai ke Phiadelphia gimana anjer?’
Yang kemudian langsung dipelototin secara kejam oleh si pacar.
Ombak yang menghempas kapal selama perjalanan kami dari Banyuwangi ke Bali malam itu cukup tenang. Tidak ada hempasan atau goyangan yang berarti kala itu. Kami berdua mengobrol dan menikmati angin laut yang dinginnya minta ampun. Di sela-sela obrolan kami, tiba-tiba saya merasa bahwa ada bagian ucapan saya yang tidak berbalas oleh si pacar. Karena penasaran kenapa, saya pun menoleh dan mendapati si pacar… ketiduran.
TIDOR!
SLEEPING.
SARE.
TURU.
HEY, WAHAI PACAR SAYA YANG TERHORMAT. KALAU MEMANG NIAT ANDA NAIK KAPAL MENYEBERANG KE BALI HANYA UNTUK TIDUR, LEBIH BAIK TADI STAY DI PENGINAPAN SAJA! KAN TIDURNYA LEBIH ENAK YAAAA WAHAI MANUSIA!
KESAL SAYA.
Lama waktu perjalanan yang dibutuhkan untuk menyeberang selat bali adalah sekitar 30 menit, dan setelah itu… Welcome to Bali ulalala!
Kami pun keluar dari kapal (setelah terlebih dahulu saya membangunkan si pacar dong tentunya) bebarengan dengan truk-truk besar dan mobil-mobil yang ikut keluar. Dengan langkah yang cukup pasti, kami meruntuti jalanan hingga melewati bagian pemeriksaan badan sampai kemudian melewati Patung Siwa Mahadewa dan melihat bagaimana bagian depan dari pelabuhan Gilimanuk.
Selesai mengabadikan momen dan mengingat waktu di Bali pada saat itu sudah sekitar pukul 10 malam, kami pun akhirnya kembali masuk ke dalam pelabuhan Gilimanuk dan membeli tiket untuk ke kapal fery. Saat memasuki lorong-lorong pelabuhan di bagian atas, di dekat tangga masuk pelabuhan, kami pun berpapasan dengan petugas pelabuhan. Disitu, beliau mengamati kami sejenak, lalu beberapa saat kemudian langsung berucap :
‘Loh? Bukannya mas sama mbaknya tadi itu baru nyampe Bali ya? Kok sudah mau balik?’
Kami berdua nyengir, lalu bersama-sama membuka suara :
‘Iya, Pak. Ini kami cuma mampir sebentar, besok sudah harus balik Jogja soalnya hehe’
Pak petugasnya hanya bisa geleng-geleng kepala, dan kami berdua pun ngakak bersama.
Malam itu, bersama dengan sepoi angin malam yang cukup dingin, kapal fery pun membawa kami menuju Banyuwangi untuk menikmati momen perstirahatan yang tenang di penginapan.Malam yang agak panjang adalah penutup indah kami di Banyuwangi. Esok hari, kami kembali.
Terimakasih banyak, Banyuwangi.
Hahaha. Tenang, nggak cuma kalian kok yang nyebrang doang terus balik.
Beli tiketnya sekali aja, nanti nggak usah keluar hahaha.
Whaahaha itu nggak kepikiran sih kalau itu. Beli tiket sekali, ngga usah keluar wkwk. Cemerlang sekali anda memang sobat gathering.
Wkwkw sobat gathering -_-
Wkwkwk gw juga pernah kek gini. Cuma pengen naik kapal doang. Nyeberag terus balik lagi. 😂
HAHAHA TERNYATAAAAAA ADA JUGA YANG HANYA INGIN NAIK KAPAL, NYEBERANG TERUS BALIK LAGI :p wkwkw
Aku kok masih penasaran nasih tempong itu kaya gimana?
Hihi
Nasi tempong itu sebenernya singkatan bang. Tempong=tempe terong. Jadi nasi yang lauknya tempe terong dikasi sambel gitu. Tapi sambelnya pedes banget dan rasanya jugak khas. (Kalo gamau lauk tempe terong doang,bisa nambah lauk kok. Kek ayam,lele,telur,dll). Fyi 😀
Oh gitu. Kirain karna bikinnya dengan cara di tampong (ditampar) gitu hahahaha
Boleh kuga tuch kayaknya.
Klo makanan pedas hampir semua saya suka. Cukup menantang.
Iyaaa, sebenernya tuh biasa sih. Ya nasi dengan lauk pada umumnya. Tapi sambelnya tuuuuh looooh 😀
Hahaha kalau buat saya, enaaaa banget mas. Terutama sambelnya. Beuh, juara 😀
siip deh artikelnya. informatif, tahu tentang Banyuwangi jadinya setelah membaca.
thank you for sharing
Sama-samaaa :))
Semoga nanti ada kesempatan untuk berkunjung ke Banyuwangi ya 😀
sebaiknya pas pacar lagi makeup
jangan dipake tidur atau rebahan
coba dipake belajar bahasa jepang
kelar dandan, udah expert lho nanti
HAHAH BENAR JUGA YA!
NGAPA SAYA NGGAK KEPIKIRAN :(( PACAR MAKE UP-AN, SAYA BACA QUR’AN. PACAR KELAR, SAYA KHATAM 3 KALI.
duhhh nasi tempong, enak banget itu berasa ditampar-tampar soalnya sambelnya pedes banget
Hahaha yang bikin nasi tempong juara tuh bener-bener sambelnya ya, Mbaaa. Nendang abisssssss 😀
Dear Mz Febri yg terhormat, Banyuwangi itu luas Mz. Makanya kalo plan ke suatu tempat dicari dulu nama daerahnya biar bisa estimasi waktu. Aku aja sampe sana ngalor ngidul, ngalor ke watu dodol, ngidul ke kota. Begitu tau tempat2 yg mau didatengin jaraknya jauh-jauhan.
Sekian dan terima pacar. 🙄🙄
Wahahaha iya, sih mas. Sebenernya kami berdua suda planning segala macam, dengan catatan : tujuan utama kami adalah Baluran, lalu setelahnya bebas.
Gitu.
Sepertinya, kelak kami akan mengulanginya kembali dengan tujuan utama : Kawah Ijen 😀
Diriku membayangkan ekspresi penjaga di kapalnya. Ya meskipun gagal ke De Djawatan, setidaknya sempat menginjakan kaki di Bali sebentar haha.
Wahahaha ekspresi penjaga di kapalnya heran aja gitu, mbaaaa wkwkw 😀
Bener sih, mbak. Semoga besok bisa diulang ke Banyuwanginya dan mampir ke De Djawatan, yeaaaay. Terus, ke Balinya nggak hanya sebentar. Yeaaay 😀
Yang penting ngerasain nyebrang ke Bali ya walaupun balik lagi. Berasa biaa cap paspor, padahal ngga juga 😂
Hahahaha, iyaaaaaa Mbak. Akhirnya apa yang saya inginkan sejak SMP tercapai, meskipun… YA APAAN DI BALI SAMPAI GILIMANUK DOANG :(((
YA ELAH, BRO. INI SUNGGUH PERJALANAN YANG MINIM FAEDAH 😂
Udah kecelek makan nasi Mbok Wah karena tutup, gagal ke Djawatan karena kemaleman, terus nyebrang ke Bali buat mampir doang. Literally mampir. 🙄🙄🙄
Gue tanya lu deh, ini lu udah susun itinerary sebelum berangkat belum?
Cewek tuh kayaknya udah bodo amat sama seisi dunia kalau make up belum beres ya. Terus kayaknya cewekmu itu tipe traveler impulsif dan moody-an, yang itinerary-nya gimana entar wkwkwk. Lucu ya hubungan kalian itu.
Hahaha benar-benar di luar dugaan sih ini, pas dapet kenyataan kalau Mbok Wah tutup wkwkw. Bubrah semua rencana wkwkwk.
HAHAHAH ITINERARY YANG SAYA BUAT INTINYA ADALAH : KAMI HARUS SAMPAI BALURAN.
Gitu doang wkwkw.
Jadi, pas ternyata Mbok Wah dan De Djawatan batal, kami nggak sedih-sedih amat wkwkwk.
EMANG!
Cewek kalau sudah dandan mah, yaaaa yasudaaaaah wkwkwkw.
terimakasih, Mas 🙂
“Kami pun keluar dari kapal (setelah terlebih dahulu saya membangunkan si pacar dong tentunya) bebarengan dengan truk-truk besar dan mobil-mobil yang ikut keluar”
Jadi mas-nya iki pacaran sama truk besar? Astrajinggaaaa!!!
NGAPE JADI PACARAN SAMA TRUK BESAR DEH, BUSET :((
Lebih baik besok-besok diam aja ketika perempuan sedang merias wajah, Feb. Saya belum ada pengalaman punya pacar yang hobi make up gitu, sih. Tapi ketika ibu saya lagi dandan, lalu saya ajak ngobrol atau apalah gitu, udahannya langsung diomel-omelin. Apalagi kalau bagian lain kecoret gincu atau alis miring. 🙂
Ini perjalanannya dari awal emang random gitu, ya? Enggak ada perencanaan kayak travel blogger atau orang yang emang biasa jalan-jalan? Mirip saya juga. Spontan aja atau baru cari-cari di internet ketika udah di tempat tujuan. Saya pernah masuk suatu museum atau tempat wisata atau apalah. Udah lupa. Itu yang penting udah ngerasain masuk dan lihat-lihat sebentar. Enggak ada satu jam keluar lagi karena emang mau tutup gara-gara kesorean. Wqwq.
Hahaha iyaaaa ya, pokoknya kalau cewe lagi dandan, yasudaaaaaa biarkan dia sendiri dengan dunianya, sampai tau-tau kelar, udah berganti zaman wkwkw.
Wahahaha, ibuk kamu suka dandan banget, Yog? Ibuk saya tidak terlalu, sih, jadi tidak bermasalah di kehidupan hidup saya wkwkkw.
Iyaaaaa, Yog. Sebenernya ini perjalanan yang tujuan utamanya hanya 1 : ke Baluran. Sisanya, hari bebas yang bisa diisi dengan apapun. Nah, kebetulan pas hari 2 beres di baluran, hari ke 3 full seharian itu kami explore dan nemu pantai bagus-bagus, sampai akhirnya tujuan ke De Djawatan (yang diplanningnya baru pas di kereta) batal. Wkwkwk.
Makanya, pas hari ketiga itu batal, kami nggak terlalu menyesalkan. Karena… yaaaa tujuan utama kan sudah tercapai hehehe 😀
Wahaha samaaa, saya kalau masuk museum atau pameran gitu, lebih kayak masuk, lihat-lihat sebentar, terus udah. gitu jha sih wkwkw
Aku ngguyu ngguyu dewe bacanya -__- terus terbersit ide kalau ke bwi mau nyebrang dan langsung balik lagi wkwkwk
Hahaha kami anaknya tanpa planning soalnya wkkwkw.
NGAPAAA JADI PUNYA IDE BEGITU, BUSET WKWKW 😀
Hahahah hahahaha ngakak pakai guling kanan guling kiri guling kasur *banjir*.
Jahahah ngapaaa jadi ngakak pakek guling dah, buset :p
Pacarnya sama kek gw nih. Spontan dan kadang ngeselin. KADANG. 😂
De djawatan itu masuk list pas ke bwi tp ya kek jauh bener ya dr sktr ketapang, kita stay srg di ketapang.
Btw … mata anda itu apakah bentuk halusnya dari matamu??? 😂😂😂
HAHAHAHAAAA PEREMPUAN BEGITU SEKALI YA TERKADANG. YA, TERKADANG :p wkwkw
Waaah, sama yaaaaa, kami juga dulu staynya di deket ketapang sih. Tapi ya itu, ke De Djawatannya jaoh amat wkwkw :p
HAHA IYA, MBA :p
wakakakak, ngakak banget saya baca ini, seru juga 😀
Ini sama kayak kami, kadang bosan ngemall mulu, trus iseng nekat gitu.
Jalan-jalan yang jauh yuk pi, ke luar pulau.
Lalu berangkatlah kami menuju Suramadu, terlebih sekarang udah gratis, nyebrang ke luar pulau, sampai di luar pulau, putar balik, pulang lagi deh wakakakakaak
Kurang kerjaan sih wakakaka
WAHAHAHA INI SAYA JUGA NGAKAK BACA KOMENTARMU WKWKWK.
Ngapa nyebeerang Suramadu doang sih :’ wkwk tapi kok kayaknya seru ya 😀
Nasi tempong mbok Nah mantap tuh.
Penyeberangan yang ramai itu kalau lagi musim liburan, bisa antri berjam-jam menunggu kapal. Hehehe.
hehehe bener kan, Nasi Tempong itu memang sangat mantap sih heheh 😀
Hoooooo, penyeberangan kapal fery itu ramai kalau musim liburan ya? Sampai antri gitu? Wkwkw kereeeen juga 😀
Ingin berkata kasar anjir.
Kasar.
Makasih.
hmmmmmmm…
Jangan kasarin akooooooh.
Kalau di Surabaya aku pernah jg nyebrang doang pake fery ke Madura, makan di pinggir pantai pelabuhan Kamal terus balik lagi ke Tanjung Perak. 😂
30 mnt bisa PP.
Ternyata yg punya pengalaman nyebrang doang banyak yaa. Aku merasa ga sendirian kalau gt. Hahaa
Hahaha banyak orang selow di dunia ini yaaaa, buseeeet -_- wkwkwk