Review Film : Me Before You

Tempo hari gue terlibat suatu diskusi yang sebenernya enggak begitu penting, tapi cukup penting untuk menjawab rasa penasaran yang gue rasakan beberapa hari belakangan ini.

Eng… Gimana-gimana? Kok gue pusing ya?

Minum Antimo.

Pffft…

Diskusi itu dimulai ketika gue yang sedang baca-baca sebuah cerita, lalu beberapa saat kemudian muncullah adegan dimana disitu berisi dialog antara cowok dengan cewek.


Cowok : Beb, kamu kenapa sih kok nggak angkat telponku dari tadi? Kamu marah ya?

Cewek : Pikir aja sendiri.

Waktu baca dialog awal tersebut, gue pikir : ANJAY! Ini Cliche abis, sih. Si cewek minta dipekain tapi dia nggak mau menjelaskan apapun. Kan resek ya? Dasar cewe!

Situ juga cewek, kan? Brati situ resek juga kan?

Pikir aja sendiri.

FAK!

Cowok : Kalau kamu nggak cerita, aku jadi nggak tau apa yang terjadi dong beb?

Cewek : Huh kamu emang nggak peka. Pantesan tadi kamu nyuekin aku pas kamu lagi ngobrol sama kawan kamu. Kamu udah ngga sayang ya sama aku? Kamu lebih sayang sama kawan kamu itu? Iya? Yaudah pacaran aja sama kawan kamu itu! KITA PUTUS!

Si cewek pun pergi meninggalkan cowoknya yang cuma bisa bengong mikirin kapan dia nyuekin pacarnya dan gimana caranya dia bisa pacaran sama kawannya yang notabenenya adalah makhluk berbatang.

Tamat.


Setelah baca dialog itu, gue jadi mikir kayak : ‘Huh, emang pacaran harus gitu ya? Seolah harus mendewakan pasangan, terus ketika si pasangan melakukan satu kesalahan aja, dia langsung marahan dan minta putus. Is that even love? Or just lust?’ Atas dasar pemikiran tersebut, akhirnya gue pun nanyain hal itu sama Febri yang dia jawab dengan sebuah analogi :

‘Kayaknya nggak harus kayak gitu deh. Tapi kalau dipikir-pikir, itu lebih ke rasa sayangnya gimana aja sih. Jadi baratnya nih ya, ada orang yang lama nabung buat ngedapetin barang yang dia suka, trus ketika akhirnya dia dapat barang itu, dia bakal jadi sayang banget sama barang yang udah dia idamin dari lama itu. Pokoknya barang itu bakal eman-eman, disayang dan bakal dirawat sebaik mungkin biar nggak rusak. Mungkin hal itu juga yang dilakuin oleh orang yang mendewakan pasangannya. Dia pasti merasa kalau hubungan itu adalah sesuatu yang sudah sangat dia perjuangkan dari lama. Artinya, dia berhasil mendapatkan hubungan itu dengan usaha dan rasa cinta yang ditanam sejak lama, jadi salah satu cara dia biar nggak kehilangan pasangannya itu ya sebisa mungkin dia harus memenuhi semua permintaan si doi, gitu. Jadi problemnya tinggal pada doinya doang sih. Dia beneran sayang, atau cuma ngemanfaatin’

Mendengar jawaban Febri, gue jadi pengen koprol sepuluh kali sambil bilang wow-wow-wow-wow-wow.

Sebenernya gue dan Febri memandang kasus ini dari dua sudut pandang yang berbeda. Yang gue pertanyakan adalah apakah si doi harus seegois itu dengan meminta seluruh permintaan dan peraturannya agar dituruti? Apakah hanya dengan memenuhi seluruh tetek bengek itu baru si dia bisa membuktikan cintanya ke si doi? Dan dari dua pertanyaan yang gue utarakan barusan, ternyata banyak yang menjawab : Iya.

Hmm… Rasanya gue jadi koprol seratus kali lagi sambil bilang wow-wow-wow-wow hingga menuju Mars.

Ketika langkah koprol gue baru menembus galaxy andromeda, tiba-tiba gue pun teringat akan sebuah film yang membahas mengenai cinta, si dia, si doi, dan semua persyaratan-persyaratan kampret di dalamnya. Gue pun merasa kalau film ini kayaknya cukup enak buat dibahas di rubrik #Seniningan. Dan mungkin, dari membahas film ini gue bisa aja nemuin jawaban atas pertanyaan yang bikin gue ingin koprol menuju Mars tersebut.

Jadi, film yang akan gue bahas kali ini adalah…

Me Before You

me_before_you

Source : Klik

Atau secara harfiah yang mengacu pada kamus gaul bahasa Indonesia berarti : Gue Sebelum Elo.

Bangkek. Kok kedengarannya jadi wagu ya kalau diterjemahin ke bahasa gaulnya Indonesia hakhakhak.

Intinya sih kalau kita baca dari judul, si film ini mau bilang : ‘Gue duluan sih, setelah itu baru elo’. Apakah ini sebuah pembenaran bahwa emang seharusnya doi duluan baru si dia? Gue belum yakin sih, jadi yooook lanjoooout kita tonton filmnya.

Film ini nyeritain tentang Lou Clark (Emilia Clarke) yang habis dipecat dari kerjaan lamanya sehingga kemudian dia pun mencoba berusaha mencari kerjaan yang baru. Lou ini harus segera mendapat kerjaan baru karena untuk sementara ini, dia adalah tulang punggung bagi keluarganya karena bisnis milik keluarganya telah bangkrut.

dsa

By the way, gue suka bet dah liat alisnya Emilia Clarke. Kayak alisnya itu punya nyawa sendiri.

Setelah cukup lama mencari, dia pun akhirnya nemu lowongan kerja untuk menjadi semacam caretaker buat William Traynor (Sam Claflin) yang kondisinya saat itu lumpuh dari leher kebawah.

hdfhd

Oookeeeei, lumpuh dari leher kebawah itu berarti yang bisa gerak cuma kepalanya aja kan? Geleng-geleng doang gitu?

Well, iya… Eh, tiga jarinya juga bisa gerak sih, tapi itu setelah dia terapi berbulan bulan. Peran Lou itu sebenernya lebih sebagai penghibur buat Will yang udah kayak depressed banget sampai dia memutuskan untuk Eutanasia. Eutanasia kalau dalam wikipedia itu disebutkan sebagai praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan, atau dalam bahasa singkatnya berarti : dimatikan secara medis. Biasanya sih itu berlaku untuk pasien-pasien yang nggak memiliki harapan hidup lagi. Nah tapi kenapa Will sampe mau ngelakuin Eutanasia?

Sedikit sejarah tentang Will, Will itu dulu adalah seorang laki-laki yang sukses, pinter, sukses dalam pekerjaannya, pewaris tunggal kekayaan orangtuanya, dan juga punya pacar seksi. Eh tapi tiba-tiba dalam beberapa detik dia kehilangan semua itu dan kini hidup menjadi seorang laki-laki yang lumpuh. Jadi dia merasa hidupnya sekarang udah nggak berguna, sampai akhirnya dia memutuskan untuk Eutanasia, biar dia merasa kalau setidaknya organ tubuh yang akan dia disumbangkan ketika udah mati nanti bakal berguna bagi orang lain.

Singkat cerita, Lou pun diterima kerja untuk mendampingi Will. Lama kemudian, karena sebuah kebiasaan, Lou pun akhirnya mulai jatuh cinta sama Will ini. Bagaikan gayung bersambut, Will pun ternyata juga mulai jatuh cinta sama Lou, padahal waktu itu posisi Lou udah punya pacar.

Errr….

gdfgddfh

Pacar Lou adalah Patrick (Matthew Lewis), seorang cowok yang gila terhadap olahraga. Kata orang-orang di sekeliling Lou, Patrick adalah orang yang baik dan hebat. Padahal, kenyataannya Lou diam-diam udah merasa lelah dengan apa yang Patrick lakukan kepadanya.

Trus gimana dengan cinta, si dia, si doi dan segala tetek bengek persyaratan-persyaratan kampretnya?

Oke, pertama mari kita bahas mulai dari si Patrick terlebih dahulu. Seperti yang udah gue jelaskan diatas, Patrick adalah seorang cowok yang gila olahraga. Dari situ, dia pun merasa bahwa sepantasnya Lou juga mencintai apa yang dicintai Patrick, yaitu olahraga. Sampai puncaknya adalah ketika tiba-tiba si Patrick bilang kalau liburan romantis mereka ternyata adalah kayak semacam olah raga lari marathon gitu. Dan parahnya lagi, temen-temennya Patrick pun juga ikut andil dalam liburan yang katanya romantis ini.

grsfssfsfgs

Apakah dari situ kita bisa menilai bahwa Lou mencintai Patrick hanya karena Lou menyetujui rencana Patrick?

Selanjutnya adalah Will, seorang cowok depressed yang ingin segera menjalani Eutanasia. Will mencintai Lou, sementara Lou pun juga mencintai Will. Namun, pada kenyataannya cinta Lou nggak berhasil merubah niat Will untuk menjalani Eutanasia.

grsgrdfbd

Apakah kita bisa menilai bahwa Lou mencintai Will jika disitu Lou membiarkan Will mati?

fsdfsdg

Apakah Patrick dan William mencintai Lou dengan mengharap Lou akan melakukan semuanya untuk mereka?

Jawabannya adalah Lou mencintai Patrick dan William dengan melakukan apa yang menurut Lou terbaik untuk mereka berdua. Pada akhirnya Will memang memenangkan hati Lou dan Lou memilih untuk membiarkan Will pergi karena Lou tau itu yang terbaik untuk Will.

rgdgrd

Enyway, gue tau ini udah melenceng jauh banget dari esensi review film karena mengandung spoiler yang sangat-sangat banyak. Ini jatuhnya malah kayak analisis film, sih. Tapi bodo amat deh. Sekali-kali.

Seperti apa yang gue bilang di awal tadi, yaitu tentang apakah film ini adalah sebuah pembenaran untuk si doi agar dia selalu menjadi nomer satu walau apapun yang terjadi. Emm… Tapi kayaknya film ini bukanlah sebuah pembenaran buat doi, deh ya? Dari apa yang gue tangkap di film ini, mencintai berarti melakukan apa yang terbaik untuk si doi. Dan yang harus digaris bawah, menuruti semua peraturan dan juga persyaratan terkadang bukanlah hal yang terbaik dan nggak membuktikan bahwa itu cinta, tapi justru itu lebih membuktikan kepada suatu kepatuhan.

Seperti apa yang Lou lakukan kepada Patrick.

Mencintai adalah memberikan yang terbaik untuk orang yang kita cintai.

Seperti apa yang Lou lakukan kepada Will.

Seperti apa yang Will lakukan kepada Lou.

Dan…

Seperti apa yang Febri lakukan kepada Nanda.

Hehehe… Sebenarnya alasan kenapa topik ini menjadi sangat ingin gue bahas adalah karena setelah memikirkan hal-hal tersebut, gue pun jadi bertanya kepada diri gue sendiri :

Apa hal terbaik yang pernah gue lakukan untuk Febri?

Ketika Febri udah melakukan banyak hal yang terbaik buat gue, padahal gue yakin gue udah melakukan banyak sekali kesalahan yang kalau digabungin cukup buat bikin orang mengumpat ke gue.

Me Before You jadi sangat mengena buat gue, karena gue kayak dengan egoisnya ngomong gitu terus ke Febri.

Padahal, kalau gue pikir ulang… Febri selalu bilang : Me After You.

Dan gue sangat bahagia karenanya.

Terimakasih.

Love you.

Love you too :’)

fesfsrh

Side Note :

Enyway, pemirsah reader blognya Febri, Me Before You ini bisa direkomendasikan buat kalian yang ingin nonton drama romance. Ratingnya tinggi lho di IMDB, yaitu sekitar 7,5/10. Rating dari gue sendiri sih 4/5. Recommended abis deh kalau kalian lagi pengen santai dan galau. Kalian bisa liat trailernya dibawah ini dan maafkan spoiler yang udah gue bikin hahahaha.

Caw!

 

Ditulis Oleh : Ananda Aning Pradita

Diedit Oleh : Febri Dwi Cahya Gumilar

34 comments

    1. Iyaa soalnya romantis dan mengharu biru mba :’ aaah, kamu nontonya di pesawat sih mba 😦 kalau nangis mungkin karena turbulensi 😦 ulangi nontonnya mbaaa, ulangi nontonnya

  1. Belum nonton filmnyaaaaa. Pemeran utama cowoknya yng main ini yang di Catching Fire sama di Love, Rosie pulak. Aku suka pas dia di Love, Rosie. Huaaaa di sini pasti dia tambah keren aktingnya!

    Ini. Postingan. So. Sweet. Iya, kayak analisis film. Tapi sekali lagi. Ini. Postingan. So. Sweet. Feb. Nan. Slogan. Pacaran. Febri. Ke. Nanda. Itu. Me. After. You.

    :’)

  2. Udah nonton filmnya nih feb tp krn aku baca bukunya duluan jd lbh suka bukunya hahahaha. Bukunya bagussss bgt, filmnya ya lumayan lah. Oh ya dan memang yg jadi lou ini cocok bgt sih😁😁

    1. Waaaaa kamu dah baca bukunya dulu mbak? Nah, biasanya emang kalau udah baca bukunya itu kadang filmnya jadi kayak udah ketebak atau ga sebagus bukunya sih ya mba 😀 hihihi

  3. Baru beberapa hari yang lalu nonton film ini, dan sukak bangets! Walaupun masih ga sepenuhnya setuju sama eutanasia nya sih, tapi yasudahlah…

  4. Film ini sempet berada di wishing list, buat ditonton. Cuman ampe saat ini belum nonton. Hhahaa Pertama kali tahu Me before you itu pas novelnya diterjemahin. Rating goodreads nya tinggi, jadi penasaraan . .

    Tapi niat nontonnya belum penuh Hihihii~

  5. Me before you kalau dr novelnya lebih ke “kehidupan gue sebelum ketemu elu” hehe, ada sekuelnya me after you “kehidupan gue setelah ketemu elu” , abs will nya mati 😦 , setujuuu ini filmnya touching banget sumpaah, sukaak sama sam claflin nyaa 😀

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s